Rabu, 18 Desember 2013

Muhasabah dulu yuk!

Memang, benar adanya. Jika semua sudah ditetapkan, maka tak pernah ada kekuatan apapun yang mengalahkan kekuatanNya. Tak pernah bisa maju sedetikpun, mundur sedetikpun. Semua rezeki ada padaNya, semua garis jodoh ada padaNya, semua garis maut ada padaNya. Masa depan tak pernah ada yang tahu, siapa yang tahu? Hanya Dia yang tahu. Dialah Penggenggam Masa Depan. Manusia itu buta masa depan, ditambah sombong dan serakah. Aku sadar, bahwa urusan dunia itu memang melelahkan. Mencari keridhoan manusia itu bikin penat. Tetapi mencari keridhoanNya? Bikin tenteram.

Lalu bagaimana dengan panggilanNya? Adzan berkumandang teriring ribuan alasan agar mengabaikannya. Astaghfirullah. Adzan, panggilan untuk semua hambaNya. Dia memanggil hamba untuk bersujud dan bersimpuh. Berkomunikasi lewat doa yang pasti dikabulkanNya. Tapi adzan adalah panggilan untuk semuanya.

Ada suatu saat nanti yang pasti walau tak pernah tahu kapan pastinya. Dia akan memanggil satu persatu hambaNya, untuk menghadap khusus kepadaNya. Panggilan suci yang akan menghampiri setiap makhluk bernyawa. Tak akan ada alasan lagi untuk mengabaikanNya. Sekali panggil, harus menghadap.


Ya Allah, tempatkanlah kami dalam kondisi terbaik ketika Engkau panggil kelak. Berilah kami ketenangan ketika Engkau panggil. Ceriakanlah jiwa kami ketika Engkau panggil. Sesungguhnya kami sadar bahwa urusan dunia ini melelahkan dan melenakan. Maka jadikan panggilanMu itu pemutus urusan dunia yang menyenangkan dan menjanjikan bagi kami. Kami mohon ampun kepadaMu Ya Robbana atas segala kesombongan dalam diri kami. Ya Allah, hadirlah dalam kehidupan dan kematian kami. Aamiin.

Jumat, 25 Oktober 2013

Bangga Jadi Indonesia?


Made In Indonesia
Sering kan melihat label ini di banyak produk saat ini? Yup, bahkan label ini nangkring pada produk makanan, minuman, alat tulis kantor, alat-alat rumah tangga, bahkan sampai barang-barang mini macam gantungan kunci. Semuanya tertulis. Semuanya ada. Semuanya bangga.

Banyak pula propaganda yang dilancarkan dan diluncurkan oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan. "Cintailah produk dalam negeri.", "100% Love Indonesia", dsb. Ramai-ramai semua berteriak, semua ada, dan semua bangga.

Dengan mencantumkan label ini, semua produk tersebut seolah-olah benar-benar milik sendiri, milik kita bersama, milik Indonesia. Orang awam (termasuk saya) sering kali terjebak dan jatuh terjerembab dengan iklan-iklan itu. Saat perasaan nasionalisme meninggi pada suatu ketika, kita sering beli dan konsumsi produk-produk berlabel "Made In Indonesia" itu.

Terpikirkah bahwa label itu hanya sekedar label obral jualan? Hanya satu strategi jualan mereka para pengusaha? Terpikirkah bahwa label itu tak mesti menunjukkan nasionalisasi perusahaan?

Made By Indonesia
Bandingkan dengan label "Made By Indonesia". Terkesan sekilas mirip tetapi mutlak berbeda. "Made In Indonesia" tak pernah menyebutkan dengan jelas siapa pemilik usaha. Lalu "Made By Indonesia" jelas bermakna bahwa produk tersebut dihasilkan oleh perusahaan pribumi, dengan pemilik pribumi.

Dan entah..
apakah sudah ada standar operasional untuk pemberian label seperti ini. Namun yang jelas, aku pribadi lebih bangga dengan produk yang berlabel "Made By Indonesia". Hehe.. Bagaimana dengan kamu?

Sabtu, 12 Oktober 2013

Blog: buat apa sih?

Hari gini belum punya blog?
Masih inget gak waktu kamu awal-awal kenal sama internet? Kalau pas jamanku, internet aku kenal ketika SMP. Maklum lah, masih cupu gitu. Tinggal di desa, warnet dapat dihitung pake jari. Dahulu temen-temen asyik-asyiknya buat akun jejaring sosial bernama Friendster. Yaelah, apa itu. Dulu sih heboh di kalangan anak muda. Tapi gak berapa lama, akhirnya tenggelam juga. Eh, dulu itu ada MXit juga gak sih? Itu lho yang mirip Yahoo Messenger. Entah apalah namanya, hingga muncullah Facebook. Boom! Meledak di pasaran. orang-orang rame membicarakannya. "Add aku ya..", "Eh, kita belum friend lhoh..", dan sebagainya.

Aku punya akun FB semenjak kuliah. Itupun semester tengah, ya kira-kira tahun kedua lah. Dan pada waktu itu tahun 2011. Kebayang kan, kalau 5 tahunan aku gak punya FB. Haha. Cupu? Enggak juga. Tetep normal kok hidupnya. Banyak temen juga.

Sampai saat ini, di mana FB mulai ditinggalkan, dan Twitter merajalela di kalangan anak muda, aku masih aja belum punya akun Twitter. Entah kenapa, males aja bikin. Buat apa?

Sampai aku menemukan fakta bahwa aku lebih suka menulis dengan panjang lebar. Tempatnya di mana? Ya di mana lagi kalau bukan blog. Entah wordpress, blogspot, multiply... semuanya pernah aku coba. Dan dari sekian itu, yang masih aktif kupakai adalah blogspot. Kenapa? Enak aja. Haha.

Blog sama seikat dasi
Udah lama aku baru nulis ini dari sebelum bulan Juli. Biasa, tersendat KKN. Makanya, dari sini kutulis lagi blog ku ini. Fungsinya banyak banget. Bisa buat curhat pribadi, bisa buat bagi info kuliner, info wisata, info kuliah, info lomba, macem-macem lagi. Bahkan bisa untuk bisnis juga. Tetapi dari sekian yang aku baca, blog-blog saat ini lebih banyak yang berisi pengalaman hidup dan curhat tertentu.

Barangkali termasuk aku sih. Kadang aku mengulas suatu hal yang sok psikologis, sok agamis, sok saintis. Apapun lahterserah. Haha, karena pada dasarnya orang yang punya blog pribadi akan terjebak dalam curahan hati. Haha, sekali lagi aku ketawa.

Lalu, apa hubungannya dengan seikat dasi? Ini hal penting buat temen-temen yang mau menulis riwayat/biodata hidup. Jangan pernah menulis alamat blog pribadi kayak gini ke dalam CV resmi yang mau digunakan untuk lamar kerja. Kadang pewawancara iseng untuk menanyakan alamat blog/website. Lalu, mereka mengecek isi dari alamat blog tersebut. Bayangkan jika kamu sedang melamar pekerjaan profesional yang katakan, gak ecek-ecek. Kamu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dengan jawaban yang bombastis dan fantastis. Muluk-muluk seakan kamu bebas sama masalah yang namanya galau. Eh, taunya si pewawancara buka alamat blog yang kamu tulis di dalam CV-mu.

Alamak, ternyata isinya kisah-kisah roman picisan dan puisi-puisi yang tak pernah bertemu dengan penerbit. Haha. Kan bisa jadi bahan ketawaan dan memalukan. Bukan menyalahkan kamu punya blog pribadi, tapi jangan sampai blog pribadi dibawa ke meja resmi. Ingat itu.

Seharusnya bagaimana?
Blog yang akan dimasukkan dalam CV setidaknya blog-blog kamu yang berhubungan dengan tempat kamu melamar pekerjaan. Misal kamu ingin mengusulkan proposal dan CV lamaran kerja ke suatu perusahaan minyak multinasional. Maka, blog yang kamu masukkan adalah blog berisi riset-riset, ulasan-ulasan ilmiah yang terkait dengan minyak dan gas. Bukan malah cerita bulan purnama yang tinggal separo dimakan oleh raksasa. Kagak relevan sama sekali kayak gitu.

Itu aja dulu sih. Semoga bisa dilanjut lagi.

Minggu, 02 Juni 2013

Bungong Jeumpa

Siapa tak kenal bungong jeumpa?
Banyak orang mengartikan bungong jeumpa dengan bunga cempaka. Nama Jawa untuk bunga cempaka adalah bunga kanthil. Memang harum baunya. Biasanya menjadi bunga wajib bagi adat pernikahan Jawa, dirangkai bersama melati yang tak kalah harumnya. Khas, membawa suasana sakral dan kultural yang murni, Indonesia.

Bungong jeumpa merupakan bahasa Aceh.
Ah, Aceh, nama yang sangat akrab di telinga. Banyak orang yang menyebut-nyebut Aceh itu kontroversial. Namun bagi saya, Aceh merupakan daerah yang istimewa. Sangat istimewa. Sehingga pantaslah jika bergelar Daerah Istimewa, seperti halnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Agaknya memang mirip di antara keduanya. Saya bukan ahli sejarah, maka saya menyatakan baik Yogyakarta dan Aceh sebagai saudara sesama istimewa.
Panggung Seudati

Seudati.
Kemarin Sabtu, 01 Juni 2013, saya ikut menyaksikan pergelaran budaya Aceh Seudati di University Club, UGM. Ditampilkanlah pertama tari Ranup Lampuan, suatu tari penghormatan selamat datang kepada tamu. Penyajian tatanan lampu, panggung, dan konsep yang sederhana, namun tak menyurutkan decak kagum pada penampilan itu. Bahkan, kemudian disusul adanya tari-tari lain, dengan dipandu oleh penutur hikayat kondang asal Aceh, Abang Agus PMToh (Agus Nuramal). Alur cerita yang tersambung dengan rapi, diselingi canda berbobot dari seorang penutur hikayat. Dibumbui dengan kesan politik Aceh, menambah kekhusyukan dalam menikmati Seudati. Saya berharap tahun depan, Seudati diadakan lagi dengan konsep yang lebih luar biasa.

Aceh, sebuah daerah istimewa.
Satu hal yang saya tangkap dari pertunjukan itu bahwa D.I.Aceh memang sebuah daerah yang telah mapan. Hanya dari pertunjukan seni budayanya, saya berhasil memandang bahwa Aceh 'telah siap' jika-jika harus berdiri sendiri. Saya termasuk orang yang suka dan senang dengan kebudayaan-kebudayaan Sumatera, terutama Aceh. Ada aura di sana yang menyedot dan membisikkan ke telinga bahwa, Aceh itu semirip Yogyakarta. Ada kesan kemandirian di keduanya.

Saya senang Aceh.
Saya bertemu dengan beberapa kawan baru dari pertunjukan itu. Salah satunya Abang Iqbal, pemuda asli Aceh. Sepanjang pertunjukan Seudati, kami berbincang. Membahas apa yang sedang dipertunjukkan. Dan bahasan itu menyimpulkan bahwa memang perlu memandang situasi dan kondisi masyarakat di daerah masing-masing.

Saya pengin berkunjung ke Aceh.
Entah suatu hari nanti, saya ingin pergi ke Aceh, menemukan sesuatu yang lebih menunjukkan kepada saya, tentang Aceh. Apa benar yang diisukan di sana, diberitakan media. Apa benar? Dan sepertinya itu juga bukanlah hal yang penting. Terpenting lagi adalah D. I. Aceh mampu dan mapan untuk berdiri sendiri. Lepas dari kemiskinan dan ketergantungan pada pemerintah pusat yang sering menjadi pemberi harapan palsu.

Selasa, 07 Mei 2013

Susahnya Membangun Komitmen


Komitmen
Komitmen itu ibarat suatu arsitektorat kehidupan, maka komitmen membutuhkan perancangan yang matang mulai dari permulaan hingga perawatannya. Komitmen itu dibangun, bukan asal hinggap dan pergi. Komitmen itu dibangun di atas suatu pondasi yang kokoh. Kemudian, secara kontinyu dan bertahap, komitmen didirikan dengan memancangkan tiang-tiangnya. Dilengkapi dengan dinding penguat dari segala bentuk rasa suka dan duka. Baru setelah itu, pematutan atap dengan konstruksi yang ada di bawahnya. Harus terukur, berat dan kualitas atapnya. Harapannya, bangunan ini akan kuat dan tetap tegar walau dibantai seribu kali oleh badai, didera oleh seribu kali gempa, diliput segala banjir, dan tetap terlindung dari segala kobaran api yang membakar segenap hati. Itulah komitmen.

Sumber: http://suzannita.files.wordpress.com/2010/11/komitmen.jpg

Komitmen kadang mudah dibangun
Komitmen kadang mudah diucapkan tetapi dalam pelaksanaannya, banyak yang hangat-hangat tahi ayam. Komitmen, dalam kasus ini gampang untuk menggambarkan hubungan antar manusia, hubungan antara seorang lelaki dengan perempuan. Banyak orang bilang, tentang cinta. Cinta monyet, cinta yang diobral, dan sebagainya. Bagiku, cinta itu satu kata sederhana saja. Ada yang lebih agung dari sekedar bilang, “Aku cinta kamu”. Yaitu, “Aku berkomitmen sama kamu”.

Aku komitmen denganmu
Gampang terucap, susah terungkap. Suatu ketika, aku bercengkerama dengan seorang kawan. Dia mengaku sudah mendekat dengan salah seorang yang sudah memikatnya. Dia mengaku sudah berbicara dengannya, bersepaham dengannya, berkomitmen padanya. Bukan suatu hal yang luar biasa memang. Bukankah hidup khalayak ramai seperti itu?

Komitmen versi saya, suatu cita-cita yang masih asing
Komitmen dalam hal ini adalah komitmen berhubungan dengan seseorang yang kepadanya kamu menaruh hati. Saat ini, termasuk kawan saya tadi, telah salah kaprah, memasung makna komitmen dan menggantinya dengan caranya sendiri. Komitmen dijadikan kambing hitam. Hina.

Saya bukanlah orang yang cukup paham dengan akidah dan akhlak, namun saya mempunyai suatu keyakinan dalam hati, keyakinan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Bismillah.

Komitmen tak perlu dengan cara yang biasa layaknya orang pacaran. Dalam pandangan Islam yang saya pegang, tak ada kata pacaran di dalamnya. Tak ada bermesraan sebelum menikah syar’i. Tak ada pacaran islami, tak ada berkhalwat pranikah yang halal. Berkhalwat sederhananya adalah berduaan lain jenis kelamin tanpa mahram di tempat yang sepi. Dengan alasan apapun, banyak pemuda dan pemudi yang berlaku seperti ini. Saya belum juga mengerti, bagaimana bisa seorang muslim dan muslimah, yang sedewasa ini, sudah paham tentang arti kesucian diri, masih saja melakukannya.

Saya sok suci?
Bukan, bukan begitu maksud saya. Agaknya untuk saat ini menyindir secara fisik baik bicara maupun perbuatan sudah tak mempan lagi. Justru ‘memperkuat’ keyakinan kawan-kawan untuk berbuat demikian. Maka, sesuai sunnah Rasul, hadapilah dengan hati. Menyindir dengan hati, sepertinya lebih bermakna. Karena secara sadar atau tidak, ucapan dalam hati akan membekas dalam diri ini. Sebagai kewajiban sesame muslim adalah saling mengingatkan untuk tidak bermaksiat dan mendekati diri dari zina.

Nasib komitmen yang dikorbankan
Kasihan memang. Makna komitmen dikambing hitamkan, sebagai dalih “Aku sama dia sudah komitmen kok, satu pandangan, maka terserah dong apa yang kami lakukan. Maka terserah kata orang tentang kami. Toh, yang ngerti isi hati kami sesungguhnya hanya Allah yang Maha Mengetahui.” Naudzublillah, sampai membawa-bawa nama Allah, untuk ‘menghalalkan’ pacaran itu.

“Serius, kami gak melakukan apa-apa!”
Sampai sesewot itu, bisa jadi diucapkan. Apa yang tidak kalian lakukan? Kalian tidak berduaan, tidak bersentuhan, tidak bermesraan, tidak berkata-kata syahdu? Serius? Itu pertanyaan dasar yang akan saya ajukan jika kawan-kawan saya menolak sindiran saya.

Saya dianggap tidak dewasa?
Saya hanya sedang mengamati dan belajar. Bagaimana komitmen yang disalahgunakan, sehingga saya mengerti arti komitmen hidup dan cinta sesungguhnya. Tentu dengan aturan islami, yang dimulai dengan khitbah (melamar) sekaligus menentukan tanggal pernikahan. Pada waktu rentang antara khitbah dan pernikahan itulah, masa taaruf (perkenalan) diperbolehkan. Kedua pihak boleh mencari tahu hal-hal yang membuat keduanya semakin ingin menikah. Tentu dalam masa ini pun tetap didampingi oleh mahram. Baru setelah semuanya tetap sepakat hingga tanggal pernikahan, maka segerakanlah prosesi akad itu.

“Tapi pacaran, PDKT, dan sebagainya itu buat mengatasi masalah saat nikah lho.”
Banyak statistik justru menunjukkan pacaran itu membutakan diri akan keburukan-keburukan masing-masing pihak, sehingga baru ketahuan setelah menikah dan serumah. Munculah percekcokan rumah tangga yang tidak harmonis.

“Lalu, apakah taaruf yang singkat mampu menjamin keberlangsungan hubungan?”
Permasalahan dalam rumah tangga itu sangat wajar, sebagai bumbu nikmatnya bersuami istri. Seorang muslim dan muslimah ketika memutuskan untuk menikah, secara penuh akan mendasarkan hubungan mereka karena Allah semata, sehingga permasalahan rumah tangga akan diputuskan dengan cara tawakal kepada Allah. Keduanya saling mengingatkan akan dasar-dasar pelaksanaan rumah tangga yang sudah dituliskan dalam Al-Quran dan hadits.

“Apakah hanya itu, masalah langsung kelar?”
Ya bukan begitu juga. Artinya, kalau dimaknai dengan firman Allah, maka penyelesaian akan mudah karena dilandasi ketenangan dan ketakwaan hati kepadaNya. Bukan karena harta, tahta, dan dunia.

Jadi, jangan pernah mengulangi menyalahgunakan komitmen!

Minggu, 03 Maret 2013

Adil

Heran.
Banyak orang bilang, "Wah Tuhan itu gak adil. Masak aku dapet sengsara terus?"



Konyol,
aku bilang. Kenapa? Coba lihat deh, di luar sana, bejibun banget orang-orang yang tidak lebih baik kondisinya dari kita. Banyak orang kelaparan karena tak ada makanan, sedangkan kamu bermewah-mewah makan di KFC atau Solaria. Banyak orang di luar sana kedinginan karena kehujanan, sedangkan kamu hidup di apartemen mewah yang hangat.

Tapi,
gara-gara satu permasalahan sepele. Ada satu hal yang orang lain lebih baik dari kamu, lalu kamu merasa iri dan bilang, Tuhan tidak adil. Apanya? Coba tengok diri kamu, wajahmu, badanmu. Tampan, pas-pasan, gendut atau kerempeng. Kamu gak suka, tapi itu kamu sobat. Itu badan kamu, diri kamu, rezekimu. Mesti harus disyukuri.

Aku kadang termenung,
di depan cermin gedhe yang nempel di lemari dalam kamarku. Bukan sok ngeksis di depan kaca, bukan sok bergaya atau kagum dengan perawakan. Aku kurus, dekil, tapi itu aku. Jam tangan hitamku yang setiap hari aku pakai, selalu ku kunci pada slot terujung paling pangkal. Itu pun masih saja longgar. Aku kurus. But, itu aku.

Apa yang Allah kasih ke kita,
itu adalah rezeki yang tak ternilai harganya. Kalau mau capek seumur hidup, hitung aja segala kenikmatan yang Allah beri ke kita. Mulai dari fisik deh, ujung rambut sampe ujung kuku kaki. Itu dah buaaanyak nyak banget. Belum lagi secara ruhani, yang terjalin tali silaturahmi dengan sesama. Rasa nyaman dan aman beraktivitas itu termasuk kenikmatan dari Allah lho. Keren gak?

Sekarang dah ngerti kan,
kalau Allah itu Maha Adil. Percaya deh, hidup-mati-rezeki itu hanya Allah yang tahu dan mengaturnya bagi makhluk-makhluknya.

Konyol sih,
suatu ketika main ke kebun binatang. Si ular sanca dalam kandangnya diberi makan beberapa buah tikus marmut putih yang lucu-lucu. Seketika ada orang dewasa bilang, "Eh kasihan tau, tikus selucu itu untuk dimakan ular. Jahat banget e. Gak adil memang hidup ini." Weitss.. tunggu dulu sob. Itu adalah bagian rantai makanan yang mesti terjaga. Karena goyah sedikit, bakalan berpengaruh bagi semuanya.

Misal saja kamu.
Kamu makan ayam setiap hari, makan telurnya setiap hari. Apa gak kasihan dengan si ayam, gara-gara telurnya kamu makan. Enggak juga kan? Ya, karena itu bagian dari perputaran energi kehidupan di dunia. Allah sudah mengaturnya untuk itu. Tenang saja.

Rezeki gak akan pergi kemana.
Ngomong-ngomong tentang rezeki, memang benar banget. Rezeki untukmu itu gak akan pernah pergi dari kamu. Entah bagaimanapun manusia menghalanginya, kalau sudah digariskan ya akan tetap menjadi milikmu. Termasuk jodoh, hahaha... (karena jodoh itu termasuk rezeki :p)

Aku pernah bercerita ke kamu mungkin,
di postingan-postingan yang lalu. Suatu hari, Tere Liye, sang novelis terkemuka, pernah bilang dalam satu acara bedah buku di suatu sekolah di Yogyakarta. Dia bilang bahwa, tenang saja. Rezeki itu gak akan lari kemana. Berkah itu gak mungkin salah alamat.

Dia bercerita,
bahwa saat-saat pemakaman Gus Dur, diriwayatkan terjadi hujan yang cukup deras di daerah desa tersebut. Banyak orang mengira, Gus Dur mendapati rahmat dari Allah lewat hujan yang mengguyur, menyejukkan bumi, mendinginkan siksa kubur. Banyak orang yang terkagum-kagum dengannya, dengan Gus Dur. Mereka bilang, Gus Dur memang orang yang alim.

Tetapi, sempatkah terpikirkan bahwa
hujan deras itu, sebenernya ditujukan oleh Allah untuk seseorang yang juga meninggal di desa seberang? Siapa tau kan? Bisa jadi, orang di desa seberang justru lebih alim dari Gus Dur yang alim itu? Siapa yang tahu.

Masih ingat dengan kisah Ketika Cinta Bertasbih,
garapannya novelis Habiburrahman El-Shirazy? Anna Althafunnisa tetap menjadi istri bagi Khoirul Azzam walaupun sempat bersama dengan Furqon. Setiap peristiwa itu terjadi sah-sah saja, tidak ada keburukan termasuk peristiwa cerainya Furqon dengan Anna. Bukankah, itu jelas menunjukkan rezeki itu gak akan lari kemana, gak akan salah alamat? Meskipun pada perjalanannya, harus melewati onak duri, malang melintang, melewati jalan dengan memutar rute perjalanan, sehingga yang seharusnya dapat ditempuh 2 jam bisa menjadi 5-6 jam?

Ingat sobat, kawan-kawanku semua.
Banyak hal yang terjadi di muka bumi ini. Banyak hal yang terjadi di luar dugaan, yang mungkin kamu anggap buruk atau baik. Tapi tentunya, semuanya itu akan indah pada waktunya seperti banyak orang bilang. Semuanya juga akan tiba juga, segala rezeki yang beralamatkan dirimu. Cepat atau lambat itu tergantung cara kita menjemputnya!

Ganbatte,
awal tahun!

Minggu, 20 Januari 2013

Habibie-ku

Habibie
ialah orang Indonesia yang paling aku kagumi selama ini. Tak pernah ada orang yang seperti dia. Presiden kapanpun di Indonesia tak ada yang sebagus dia, dalam pandanganku. Sangat tidak adil, karena aku hanya menilai sepihak. Aku tak pernah bertemu dengan presiden-presiden lainnya. Bertatap muka. Berbincang-bincang. Tersenyum dan tertawa bersama. Hanya dia yang pernah mengisi sejarah hidupku. Bahkan dia berpesan kepadaku, khusus.


Profesor
satu-satunya yang pernah menghampiriku. Menanyakan kabarku, kabar ibu bapakku. Menanyakan apa yang sudah aku lakukan. Riset apa yang sudah aku lakukan. Lalu aku ceritakan, dari awal hingga akhir. Profesor Habibie mendengarkan dengan seksama. Mencoba mengerti apa risetku. Dan beliau menanyakan beberapa hal. Beliau paham. Aku senang bukan main. 

Apalagi
ketika Profesor Habibie diberitahu kalau risetku ini akan aku bawa ke Amerika, tepatnya ke Los Angeles. Beliau tertawa lebar. Seketika beliau bersemangat, menasihatiku dengan motivasi luar biasa. Termasuk nasionalisme seorang ilmuwan. Dimana seorang ilmuwan harus cinta kepada bangsanya. Habibie mengalah, lebih memilih 'apa yang dia cintai' daripada 'apa yang dia sukai'. Profesor Habibie menyukai riset aeronautika - pesawat terbang dan konstruksi ringan. Tetapi dia cinta kepada bangsa Indonesia. Sehingga dia memilih pulang ke Indonesia setelah bekal ilmunya cukup untuk diaplikasikan di Indonesia. Mulia banget. So sweet.


Pesan itu
menjadi cambukan semangatku saat ini. Itulah mengapa aku harus tetap menjadi orang digaris depan dalam berkarya nyata.

Habibie
secara harfiah, berarti cintaku. Semoga suatu ketika aku bisa bertemu kepada Profesor Habibie lagi. Kalau sempat, akan aku beritahu kepadanya bahwa aku akan mengikuti jejak langkahnya. Dan aku akan menjadi lebih baik darinya.

#terharu setelah melihat sejarah Habibie-Ainun.
#ingin membangun keluarga yang tak kalah romantisnya Habibie-Ainun.
#nowplaying Cinta Sejati, Bunga Citra Lestari - OST. Habibie Ainun